Jumat, 04 Maret 2011

Sukses Dimulai Dari Sebuah Konsep


micky-afiMalam itu saat menaiki escalator TerasKota menuju Blitz Megaplex demi 2012, saya mendengar sebuah suara. Live music, yang mencuri pendengaran saya.
Saya penikmat musik. Dan karenanya, sepotong lagu bagus yang dibawakan oleh sebuah suara indah tentu tidak akan terlewat begitu saja. Lalu saya menengok ke arah sang pembawa lagu. Ups, rasanya saya pernah lihat…
Anda masih ingat Micky AFI ?

Aha, itulah dia ternyata. Meskipun penampilan di atas panggung malam itu sedikit berbeda dengan yang biasa terlihat di layar kaca, tapi saya tidak lupa. Seperti dulu ketika masih tergabung dalam AFI, Micky menyanyi dengan prima. Tidak sedikitpun nada terpeleset, power vokalnya masih seperti dulu, dan ketampanannya tidak pernah berkurang. Sebuah gabungan talenta dan penampilan fisik yang prima, yang membuat saya heran mengapa Micky tak kunjung hadir dengan album perdana.
Penampilan Micky, membuat saya tiba-tiba teringat pada Afgan dan Chrisye. Talenta keduanya mungkin tidak lebih hebat dibandingkan seorang Micky. Namun harus diakui, Afgan maupun Chrisye adalah fenomena unik musik anak negeri. Afgan begitu pesat naik daun saat ini, meskipun usianya relatif muda, dan kemunculannya pun terbilang baru dibandingkan banyak penyanyi lain termasuk para alumni AFI. Sementara almarhum Chrisye merupakan penyanyi legendaris negeri ini, meskipun teknik vokal beliau tidak luar biasa, dengan penampilan panggung yang cenderung lugu apa adanya. Lalu apa yang membuat Afgan begitu melesat dan Chrisye begitu fenomenal ?
Satu benang merah tampak jelas ketika mendengar penyanyi-penyanyi papan atas seperti Afgan, Chrisye, Delon, dan Ari Lasso, yakni : konsep. Mereka bukan sekedar bernyanyi, namun mereka tampil dengan konsep. Sebagaimana Tompi, Krisdayanti, Vina Panduwinata, dan Rossa yang mengusung konsep masing-masing. Pun sebagaimana The Changchuters, ST12, Saykoji, atau bahkan seorang Inul Daratista dengan segala pro dan kontranya.
Konsep. Itulah yang kesan yang sangat kuat terasa ketika saya menyaksikan persiapan tour terakhir Michael Jackson dalam film This Is It. Persiapan begitu rinci, mulai dari lagu, aransemen, backing vokal, audisi penari, koreografi, tata panggung dan lighting, special effect, promosi, dan sebagainya. Bahkan pada Michael Jackson aplikasi konsep lebih dalam lagi, karena setiap lagu mengusung satu konsep yang berbeda. Konsep video lagu Thriller jelas sangat jauh berbeda dibandingkan Earth Song, misalnya. Meskipun benang merah ciri khas Michael Jackson tetap terasa pada setiap lagu dan penampilannya.
Ya, konsep. Itulah yang yang membedakan seorang yang “pandai bernyanyi” dengan “penyanyi”. Kualitas vokal yang prima dan penampilan menarik baru langkah awal. Terlalu banyak orang dengan suara yang bagus. Jauh lebih banyak lagi orang dengan penampilan yang menawan. Namun itu semua belum cukup. Tanpa konsep yang kuat, sulit menembus belantara industri musik nusantara.
Konsep pula yang membedakan antara berdagang dan berbisnis. Sama-sama menghasilkan uang, namun yang kedua lebih berorientasi jangka panjang dibandingkan yang pertama. Yang pertama mengalir begitu saja, sedangkan yang kedua dibangun sejak awal dengan konsep. Yang pertama hanya menjual produk dan komoditi, sementara yang kedua dikelola menjadi sebuah “brand”.
Konsep, utamanya terletak pada ciri khas. Differensiasi, istilah marketingnya, yang membuat kita mudah diingat dan dikenali. Sebagaimana kita mudah mengenali Afgan, Chrisye, Delon, dan Ari Lasso. Karena ketika bisnis yang kita jalankan tidak memiliki differensiasi atau ciri khas dibandingkan pesaing, jangan harap omzet bisa meningkat dan merek kita bertahan dalam jangka panjang. Jika pelanggan saja sudah sulit untuk mengingat kita di antara sekian banyak pemain di pasar, lalu bagaimana bisa berharap mereka akan membeli dari kita ?
Ciri khas tidak selalu berarti kualitas. Penampilan Afgan yang super rapi dan berkacamata cenderung nerdy, justru memperkuat ciri khas warna vokalnya. Bukan kemerduan suara yang membuat orang menunggu setiap penampilan Project Pop, namun kekocakan lirik dan gaya mereka. Sengau yang muncul setiap kali Krisdayanti menyanyikan vokal “a” justru menjadi ciri khas kuat baginya. Sama kuatnya dengan lengkingan khas pada suara Ari Lasso atau suara serak pada suara almarhum Gito Rollies.
Demikian pula dalam bisnis. Belum tentu kualitas produk yang mungkin Anda agung-agungkan merupakan daya tarik pembeda dibandingkan pesaing Anda di pasar. Apa sih perbedaan BCA dan bank-bank lain ? Di masa lalu nyaris tidak ada, sampai akhirnya BCA meletakkan differensiasinya dalam hal reliabilitas dan kecepatan transaction banking. Hasilnya bisa dilihat saat ini, BCA sering dipelesetkan sebagai “Bank Capek Antri” akibat penuhnya nasabah yang membanjiri setiap cabangnya. BCA memang tidak mengklaim dirinya sebagai yang terbaik, namun harus diakui bahwa BCA banyak dipilih karena menyajikan kemudahan dalam bertransaksi.
Konsep, pun tak hanya terletak pada ciri khas dari isi atau content, tapi juga pada kemasan atau packaging. Cobalah dengarkan lagu-lagu Afgan pada album Confession No. 1, begitu terasa benang merah beat yang khas dan penuh sinkop yang sangat menonjolkan karakter vokalnya. Kekhasan suara Afgan semata belum tentu cukup untuk mencuatkan namanya seperti saat ini, tanpa ditopang oleh pilihan lagu dan aransemen yang tepat, konsep penampilan yang juga khas, dan promosi yang kuat. Kekuatan pada konsep kemasan inilah yang begitu terlihat pada “kenorakan” penampilan The Changchuters, atau goyang “ngebor” Inul Daratista. Keduanya, terlepas dari perbedaan persepsi dan pro-kontra, harus diakui berhasil menuai popularitas dan profitabilitas yang luar biasa.
Menggabungkan kekuatan differensiasi antara content dan packaging adalah kekuatan konsep itu sendiri. Karena pada dasarnya pelanggan membeli konsep, bukan sekedar membeli produk. Dan semua itu dapat dilakukan pada bisnis apa saja. Pun pada sebuah warung bakso. Semisal Anda memiliki warung bakso, janganlah sekedar menjadi warung bakso biasa. Sudah terlalu banyak warung bakso di negeri ini. Toh Anda bisa menyajikan “Warung Bakso Iga” dengan ciri khas iga sapi sebagai kaldu, atau “Warung Bakso Kuda” dengan menu utama bakso yang dibuat dari daging kuda. Enak ? Itu mah wajib untuk sebuah bisnis makanan. Namun yang lebih penting dari sekedar enak adalah : berbeda. Karena yang berbeda itu jauh lebih mudah diingat, dan yang mudah diingat itu jauh lebih mudah untuk dipilih.
Konsep, memang tidak melulu masalah ciri khas atau differensiasi. Masih banyak lagi hal yang terkait dengan konsep yang harus dibenahi sebelum bisnis kita bisa benar-benar berlari. Namun differensiasi adalah langkah pertama dari sebuah bangunan konsep bisnis yang mumpuni. Menyadari hal ini seorang Afgan berkata dalam salah satu wawancaranya, “Saya lebih suka dibilang punya ciri khas dibanding bagus. Kalau soal bagus, banyak penyanyi yang lebih bagus.”
Demikianlah, setiap sukses dimulai dari sebuah konsep. Namun jika Anda belum memiliki konsep dengan differensiasi yang kuat pada bisnis Anda, jangan patah semangat. Bahkan konsep yang luar biasa pun berawal dari sebuah niat, yang kemudian ditindaklanjuti dengan ikhtiar. Niat dan ikhtiar tiada henti untuk mencari, pada titik mana perbedaan bisa digali.
Kembali pada Micky, talentanya yang luar biasa sudah selayaknya didukung konsep yang juga luar biasa. Niatnya untuk mencipta sendiri semua lagu pada album perdananya, semoga adalah awal langkah untuk menciptakan konsep khas ala Micky kepada semua kita. Maka, sebagaimana saya percaya bahwa Micky AFI suatu saat akan menemukan konsepnya, saya juga percaya Anda bisa menemukan konsep yang tepat bagi bisnis Anda.
Selamat mencoba.
http://www.kayadarirumah.com/?p=319#more-319